Header Ads

DPR Mulai Bertingkah Dengan Pansus E-KTP

DPR Mulai Bertingkah Dengan Pansus E-KTP - Akhirnya pansus angket e-ktp dapat diwujudkan oleh anggota DPR yang terhormat. Hal ini bermula adanya pengakuan dari Miryam S Haryani yang menyebutkan beberapa nama anggota DPR saat ini diduga ikut menikmati remah-remah uang hasil korupsi e-ktp.



Saking gatalnya nafsu DPR sampai-sampai harus menghadirkan Miryam untuk diperdengarkan diruangan DPR. Bahkan menurut pengakuan Miryam, dirinya sudah mendapatkan surat pemanggilan yang dialamatkan kerumahnya. Agen Sbobet Online

Miryam menyebut Pansus sudah mengirimkan surat pemanggilan ke dirinya. Surat ini dikirimkan pansus angket KPK ke rumahnya. “Sudah, ke rumah. Dari keluarga saya, saya sudah terima. Kalau saya dipanggil ya saya siap, gitu aja,” tegasnya.

“Siap sekali (hadir di Pansus). Saya akan buka semuanya apa yang terjadi dengan saya ya,” ujar Miryam saat tiba di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (21/6/2017).

Jelas sekali Miryam merasa kesenangan seperti mendapatkan durian runtuh. Melalui pemanggilan pansus angket jelas Miryam semacam mendapat kekuatan baru untuk berlindung dibalik kebesaran DPR yang terhormat.

Bukankah Miryam pernah melarikan diri dan dicari oleh Kepolisian ? Jadi jelas, upaya pemanggilan yang dilakukan oleh DPR membuat angin surga bagi Miryam. Bukankah dalam persidanganpun Miryam mengaku ditekan dan diintimidasi oleh penyidik dan dipaksa untuk meneken BAP yang menurut Miryam tidak sesuai dengan pengakuannya?

Bahkan untuk mementahkan pengakuan Miryam soal penekanan atau intimidasi selama penyelidikan, Kejaksaan sampai menghadirkan para penyidik KPK dan KPK mempunyai bukti-bukti yang akurat perihal penyidikan kepada Miryam. Bahkan penyidik KPK bernama Novel Baswedan harus sampai menerima siraman air keras yang dialamatkan kebagian penglihatan.

KPK tidak mengizinkan Miryam untuk hadir dalam angket karena menolak proses penyidikan dicampuri. Dalam suratnya ke pansus angket, KPK menegaskan pemanggilan Miryam masuk dalam kategori obstruction of justice. Agen Bola Online

Pemanggilan paksa bakal dilakukan bila tiga kali KPK menolak menghadirkan Miryam ke Pansus. Kini sudah satu kali KPK menolak permintaan Pansus itu. Bila sudah tiga kali ditolak, Pansus berhak meminta bantuan Polri memanggil seseorang, dalam hal ini Miryam. Ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).

Berkenaan dengan permintaan pansus angket terhadap pemanggilan paksa oleh Polri, Sikap Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang menolak bila panitia khusus (pansus) angket terhadap KPK memintanya menjemput paksa Miryam S Haryani disebut sudah benar secara hukum. Sebab, bila permintaan itu dipenuhi, maka sama saja dengan menjadikan kepolisian sebagai alat politik.

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menjelaskan “Belum ada yang mengatur hukum acara untuk membawa, misalnya Miryam. Kita tidak mau membawa Miryam karena dia tidak dibawa ke pro justitia oleh DPR. Yang bawa dia (ke proses hukum peradilan, red) kan KPK. (Syarat melakukan penjemputan paksa, red) Memenuhi unsur melakukan kejahatan misalnya dua alat bukti yang sah, kemudian keterangan saksi-saksi yang lengkap.

Karena tidak mendapat dukungan dari Polri, maka DPR berinisiatif membekukan anggaran terhadap KPK dan Kepolisian. Wacana penahanan atau pembekuan anggaran bagi KPK-Polri untuk 2018 digulirkan anggota Pansus Hak Angket KPK, Muhammad Misbakhun. Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR Aziz Syamsuddin menyebut hal itu bisa direkomendasikan oleh komisi.

Melihat wacana penahanan atau pembekuan anggaran bagi KPK dan Polri oleh karena gatelnya beberapa anggota DPR untuk menghadirkan Miryam membuat masyarakat semakin muak dan mau muntah kepada anggota DPR seakan-akan keuangan Negara hanya DPR yang paling pintar dan paling bisa menentukan. Bandar Casino Terpercaya

Anggota DPR ini seharusnya berkaca diri apakah layak untuk membuat pansus angket e-ktp atau tidak. Kalau memang merasa tidak melakukan korupsi mengapa harus gerah? Mengapa takut ketika disebutkan namanya dalam kasus persidangan korupsi? Tidakkah lebih elegan kalau anggota DPR menunggu sampai proses pengadilan berjalan?

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.